MAKALAH FISIKA - OPTIK DAN CAHAYA
MAKALAH FISIKA
(Optik dan Cahaya)
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Rumusan Masalah
1.3
Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Optika
Optika merupakan cabang ilmu fisika
yang mempelajari tentang konsep cahaya, terutama mengkaji sifat-sifat cahaya,
hakikat, dan pemanfaatannya. Optika terbagi ke dalam dua bagian yaitu Optika
Geometris dan Optika Fisis.
2.2 Optika Geometris
Optika Geometris merupakan optika yang membahas
tentang pemantulan dan pembiasan cahaya.
Sifat cahaya sama dengan sifat
gelombang elektromagnetik. Cahaya dan gelombang elektromagnetik dapat merambat
dalam ruang vakum (ruang hampa).
A. Pemantulan
Cahaya
1.Jenis-jenis pemantulan cahaya
Ada dua
jenis pemantulan cahaya, yaitu pemantulan teratur dan pemantulan baur.
Gambar 2.1 Pemantulan
teratur Gambar 2.2
Pemantulan baur
Pemantulan
teratur terjadi ketika suatu berkas cahaya sejajar datang pada permukaan yang
halus atau rata seperti permukaan cermin datar atau permukaan air yang tenang.
Sedangkan
pemantulan baur terjadi ketika suatu berkas
cahaya sejajar datang pada permukaan yang kasar atau tidak rata sehingga
dipantulkan keberbagai arah yang tidak tertentu.
2.Hukum pemantulan
Gambar 2.3 Hukum pemantulan
Dari hasil percobaan sesuai gambar
2.3, diperoleh hukum pemantulan sebagai berikut:
1)
Sinar datang, sinar pantul, dang garis normal berpotongan pada satu titik dan
terletak pada satu bidang datar.
2)
Sudur datang (i) sama dengan sudut pantul (r)
Sehingga
hukum pemantulan dapat dinyatakan secara matematis sebagai berikut:
i = r
B.Pemantulan Pada Cermin Datar
Cermin datar
adalah cermin yang mempunyai permukaan pantul berbentuk bidang datar. Bayangan
yang dibentuk oleh cermin datar sama persis dengan ukuran bendanya.
Gambar 2.4 Pemantulan pada cermin datar
1. Sifat-sifat bayangan pada cermin datar
Lima sifat
penting banyangan pada cermin datar yaitu:
1.
Bayangan sama besar dengan bendanya
2.
Bayanagan tegak
3.
Jarak bayangan ke cermin sama dengan jarak benda ke cermin
4.
Bayangan bertukar sisinya
5.
Bayangan bersifat maya atau semu
2.Jumlah banyangan yang
dibentuk oleh dua buah cermin datar
Apabila sudut apit dua buah cermin
datar α besarnya diubah-ubah, maka secara empiris jumlah bayangan yang
dihasilkan memenuhi hubungan
n = – 1
Keterangan:
n = jumlah
bayangan
α = sudut apit kedua cermin datar
C.Pemantulan Pada Cermin
Lekung
Cermin
lekung adalah cermin yang mempunyai permukaan pantul berbentuk lengkung. Cermin
lengkung dibedakan menjadi dua, yaitu cermin cekung dan cermin cembung.
1.Cermin Cekung
Cermign cekung bersifat mengumpulkan sinar. Berkas sinar yang datang
sejajar sumbu utama akan akan dipantulkan mengumpul pada suatu titik yang
disebut titik fokus (F). Secara geometris dapat dibuktikan bahwa panjang fokus
(f), yaitu jarak cermin ke titik fokus besarnya sama dengan setengah
panjang jari-jari kelengkungan cermin.
f = r/2
Gambar 2.5 Cermin cekung
Untuk
melukis sinar yang berasal dari sebuah benda yang menuju sebuah cermin,
terdapat tiga sinar utama yang berguna untuk menentukan lokasi bayangan dan
sering disebut sinar-sinar istimewa, yaitu:
1)
Sinar datang yang sejajar dengan sumbu utama dipantulkan melalui titik fokus.
2)
Sinar datang yang melalui titik fokus dipantulkan sejajar dengan sumbu utama.
3)
Sinar datang yang melalui titik pusat kelengkungan cermin (C) dipantulkan
melalui titik itu juga.
Gambar
2.6 Sinar-sinar istimewa
Rumus umum cermin cekung
Perhatikan Gambar 2.6 untuk
menurunkan persamaan matematis yang menggambar lokasi sebuah bayangan.
Gambar 2.7 Prinsip kesebangunan
geometri untuk menurunkan rumus umum cermin
Gambar 2.7 (a) menunjukkan suatu sinar dari puncak benda yang akan
dipantulkan melalui puncak bayangan dengan sudut datang yang sama dengan sudut
pantul. Oleh karena itu, kita dapat melihat dua buah segitiga yang sama
sebangun, sehingga berlaku:
Gambar 2.7 (b) menunjukkan suatu sinar dari benda melalui titik fokos (F)
yang dipantulkan sejajar dengan sumbu utama melalui bayangan. Oleh karena itu,
kita dapat melihat dua buah segitiga yang sama sebangun, sehingga berlaku:
Keterangan:
f = jarak fokus cermin
so = jarak benda ke cermin
si = jarak bayangan ke cermin
ho = tinggi benda
hi = tinggi bayangan
Dari persamaan di atas berlaku untuk cermin cekung maupun cermin cembung,
namun harus memperhatikan perjanjian tanda berikut:
so bertanda + jika benda terletak di depan cermin (benda
nyata)
so bertanda - jika benda terletak di belakang cermin
(benda maya)
si bertanda + jika bayangan terletak di depan
cermin (banyangan nyata)
si bertanda - jika benda terletak di belakang
cermin (banyangan maya)
f bertanda + untuk cermin cekung
f bertanda - untuk cermin cekung
Bayangan yang dibentuk cermin dapat lebih besar atau lebih kecil dari
ukuran bendanya. Untuk menyatakan perpandingan ukuran bayangan terhadap
bendanya digunakan konsep pembesar. Pada pembahasan ini akan dibahas perbesaran
linear. Perbesaran linear didefinisikan sebagai perbandingan antara tinggi
bayangan (jarak bayangan) dengan tinggi benda (jarak benda). Secara matematis
dituliskan:
2. Cermin cembung
Cermin cembung bersifat menyebarkan
sinar. Berkas sinar sejajar sumbu utama dipantulkan menyebar seolah-olah
berasal dari titik fokus (F). Seperti pada cermincekung, panjang fokus (f)
sama dengan setengah jari-jari kelengkungan cermin.
Sinar-sinar istimewa pada cermin cembung
1)
Sinar datang yang sejajar dengan sumbu utama dipantulkan seolah-olah berasal
dari titik fokus.
2)
Sinar datang yang menuju titik fokus dipantulkan sejajar dengan sumbu utama.
3)
Sinar datang yang menuju pusat kelengkungan dipantulkan melalui lintasan yang
sama.
Gambar 2.8 Sinar-sinar istimewa
pada cermin cembung
Rumus umum cermin cembung
Rumus-rumus yang berlaku pada cermin cekung serta
perjanjian tandanya berlaku juga untuk cermin cembung sehingga dapat dituliskan
ulang sebagai berikut:
3. Pembiasan Cahaya
Pembiasan
adalah pembelokan cahaya sehubungan dengan perubahan kecepatan rambat dari
suatu medium ke medium lain.
Hukum
Pembiasan
Ada beberapa pengertian yang perlu dipahami sebelum membahas tentang hukum
pembiasan, yaitu:
a.
Sinar datang adalah sinar yang datang pada bidang
batas dua medium.
b.
Sinar bias adalah sinar yang dibiaskan oleh bidang
batas dua medium.
c.
Garis normal adalah garis yang tegak lurus pada bidang
batas dua medum.
d. Sudut datang (i) adalah sudut antara sinar datang dengan garis normal.
d. Sudut datang (i) adalah sudut antara sinar datang dengan garis normal.
e.
Sudut bias (r) adalah sudut antara sinar bias
dengan garis normal.
f.
Indeks bias mutlak suatu medium (n)
didefinisikan sebagai perbandingan cepat rambat cahaya di ruang hampa (c)
terhadap cepat rambat cahaya di medium tersebut (v). Secara matematis
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Karena kecepatan cahaya di dalam suatu medium selalu lebih kecil daripada
di ruang hampa maka indeks bias mutlak suatu medium selalu lebih besar dari 1 (n
> 1).
Indeks bias relatif suatu medium nr didefinisikan sebagai
pepandingan indeks bias mutlak medium tersebut terhadap indeks bias mutlak
medium lain, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut.
Keterangan:
n12 =
indeks bias relatif medium 1 terhadap 2
n1
= indeks bias mutlak medium 1
n2
= indeks bias mutlak medium 2
v1
= laju cahaya dalam medium 1
v2
= laju cahaya dalam medium 2
Karena indeks
bias relatif adalah perbandingan indeks bias antara dua medium, maka indeks
bias relatif ini bisa bernilai lebih besar atau lebih dari satu.
Gambar 2.9 Hukum pembiasan
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan oleh Willebrord Snellius (1591 –
1626), seperti pada gambar 2. Diproleh hukum pembiasan atau hukum Snellius
sebagai berikut:
1)
Sinar datang, sinar bias, dan garis normal berpotongan
pada suatu titik dan terletak pada satu bidang datar.
2)
Sinar datang dari medium yang kurang rapat ke medium
yang lebih rapat dibiaskan mendekati garis normal.
3)
Sinar datang dari medium yang lebih rapat ke medium
yang kurang rapat dibiaskan menjauhi garis normal.
4)
Sinar datang secara tegak lurus terhadap bidang batas
dua medium tidak dibiaskan, melainkan diteruskan.
Hukum pembias
tersebut dapat dinyatakan secara matematis sebagai berikut.
n1 sin
i = n2 sin r
Keterangan:
n1 = indeks bias mutlak medium 1
n2 = indeks bias mutlak medium 2
i
= sudut datang
r =
sudut bias
4. Pembiasan pada Kaca Plan-paralel
Gambar 2.10 Pembiasan pada kaca plan-paralel
Untuk kaca plan-paralel dengan ketebalan d maka
sinar akan mengalami pergeseran sebesar t yang dapat diturunkan sebagai
berikut:
Perhatikan segitiga OBC:
sin sudut COB =
t = OB sin sudut COB
t
= OB sin (i – r)
Perhatikan segitiga OAB:
cos r = OA/OB = d/OB
dengan menggabungkan kedua persamaan di atas, diperoleh
dimana r dapat dihitung dari hukum Snellius (n1 sin i
=n2 sin r).
5.Pembiasan Cahaya pada
Bidang Lengkung
Hukum
pembiasan Snellius dapat juga diterapkan pada bidang lengkung terutama untuk
sinar-sinar paraksial. Gambar 2.9 memperlihatkan suatu batas permukaan
lengkungan yangg mempunyai jari-jari kelengkungan R dan pusatnya adalah
titik C. Cahaya datang dari benda di titik O, mengenai bidang
batas dengan sudut datang i dan dibiaskan dengan sudut bias r ke
titik I memenuhi hukum Snellius.
n1 sin i = n2 sin r
Gambar 2.11 Pembiasan cahaya
pada bidang lengkung
Untuk sinar-sinar paraksial kita dapat menggunakan
pendekatan sin θ = θ sehingga diperoleh
n1i = n2r
Bedasarkan sifat geometri dapat ditunjukkan bahwa
i = α + β dan β = γ + r
Apabila ketiga persamaan terakhir kita gabungkan
dengan mengeliminasi i dan r akan diperoleh
n1α + n2γ =
(n2 – n1)β
Jika so adalah jarak benda O ke
titik verteks V dan s1 adalah jarak bayangan I
ke titik verteks V, maka kita dapat menghitung besar sudut α, β dan γ
dalam satuan radial sebagai panjang busur AV dibagi jari-jari yang
terkait
α
=AV/so ,
β =AV/R ,
γ =AV/si
Dengan memasukkan sudut α, β dan γ ke dalam persamaan
terakhir dengan menghilangkan panjang busur AV akan diperoleh:
Perhatikan aturan penggunaan persamaan di atas
R bertanda + jika permukaan cembung
R bertanda - jika permukaan cekung
so bertanda +
jika benda nyata (di depan permukaan lengkung)
si bertanda +
jika bayangan nyata (di belakang permukaan lengkung)
si bertanda -
jika bayangan maya (di depan permukaan lengkung)
2.3 Optika Fisis
Optika fisis merupakan cabang studi cahaya yang membahas
tentang sifat-sifat cahaya, interferensi cahaya, hakikat cahaya dan pemanfaatan
sifat-sifat cahaya.
1.
Warna Cahaya
Cahaya terdiri dari bermacam-macam
warna, hal ini dapat dibuktikan dengan piringan Newton (Newton’s Disc) yang
terdiri dari 7 macam warna yaitu : merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan
ungu. (cara menghafal : MEJIKUHIBINIU) yang diputar dengan cepat akan tampak
berwarna putih.
1. Merah
2. Jingga
3. Kuning
4. Hijau
5. Biru
6. Nila
7. Ungu
Dapat disimpulkan bahwa:
1.
Ketujuh komponen warna disebut sebagai spektrum warna dari sinar putih.
2.
Sinar-sinar yang dapat diuraikan atas beberapa komponen warna seperti sinar
putih disebut sinar polikromatik.
3.
Sinar-sinar yang tidak dapat diuraikan lagi atas beberapa komponen, disebut sinar
monokromatik.
4.
Dalam ruang hampa, cahaya mempunyai :
Kecepatan perambatan sama (c)
Frekuensi masing-masing warna
berbeda (f)
Panjang gelombang masing-masing
warna berbeda (λ)
5. Rumus kecepatan
perambatan cahaya (c)
c =
f.λ
Keterangan:
c = kecepatan perambatan cahaya
f = frekuensi
λ = panjang gelombang
Karena harga
c tetap, bila frekuensi kecil maka panjang gelombang besar atau sebaliknya.
6.
Cahaya warna merah mempunyai f kecil maka besar.
2.Dispersi Cahaya
Dispersi adalah peristiwa penguraian
cahaya polikromarik (putih) menjadi cahaya-cahaya monokromatik (merah, jingga,
kuning, hijau, biru, dan ungu). Dispersi cahaya terjadi jika seberkas cahaya
polikromatik (cahaya putih) jatuh pada sisi prisma. Cahaya putih tersebut itu
akan diuraikan menjadi warna-warna pembentuknya yang disebut spektrum cahaya.
~ Sudut Deviasi
Sudut deviasi adalah sudut yang
dibentuk oleh perpanjangan sinar datang dan sinar keluar pada prisma. Misalnya
pada segi empat PSQT berlaku hubungan: β + sudut PSQI = 180o.
Sedangkan pada segitiga PSQ berlaku hubungan: r1 + i2
+ sudut PSQ = 180o. Dengan demikian, diperoleh hubungan baru:
β + sudut PSQ
= r1 + i2 + sudut PSQ
β = r1 + i2
Dengan β = sudut puncak atau
sudut pembias prisma
r1 = sudut
bias pada permukaan pertama
i2 = sudut
datang pada permukaan kedua
pada segitiga PQR berlaku
hubungan: sudut PRQ + sudut QPR + sudut PQR = 180o,
dimana sudut QPR = i1 – r1 dan sudut PQR
= r2 – i2 sehingga diperloleh:
sudut PRQ + (i1
– r1) + (r2 – i2) = 180o
sudut PRQ = 180o +
(r1 + i2) – (i1 + r2)
Dengan demikian, sudut deviasi D
adalah :
D = 180o – sudut PRQ
= 180o
– [180o + (r1 + i2) - (i1
+ r2)]
= (i1 + r2)
– (r1 + i2)
Karena β = r1 + i2,
maka diperoleh:
D = i1 + r2 – β
~ Sudut Dispersi
Cahaya putih yang melalui prisma diuraikan menjadi spektrum warna, yaitu
warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Hal ini menunjukan
bahwa sesungguhnya cahaya putih merupakan gabungan dari ketujuh warna di atas.
Cahaya yang merupakan gabungan dari beberapa jenis warna disebut polikromatis,
sedangkan cahaya yang terdiri dari satu warna disebut monokromatis.
Apabila
spektrum warna hasil dispersi diurutkan dari warna merah hingga ungu, maka
diperoleh beberapa sifat: sudut deviasi semakin besar, indeks bias semakin
besar, frekuensi semakin besar, dan panjang gelomnang semakin kecil.
Jika ditinjau dari susunan
spektrumnya, maka :
1.
Indeks bias (n)
|
:
|
Ungu terbesar sedang merah
terkecil.
|
2.
Deviasi (D)
|
:
|
Ungu terbesar sedang merah terkecil.
|
3.
Frekuensi (f)
|
:
|
Ungu terbesar sedang merah
terkecil.
|
4.
Energi photon (Eph)
|
:
|
Ungu terbesar sedang merah
terkecil.
|
5.
Panjang gelombang ( )
|
:
|
Ungu terkecil sedang merah
terbesar.
|
6.
Kecepatan (v)
|
:
|
Ungu terkecil sedang merah
terbesar.
|
Deviasi sinar merah:
Dm = (nm
– 1)β
Deviasi sinar ungu:
Du = (nu
– 1)β
Sudut
dispersi φ menyatakan lebar spektrum yang ditimbulkan oleh prima yang besarnya
bergantung pada selisih antara sudut deviasi warna ungu dan marna merah.
φ = Du
– Dm
= (nu – 1)β – (nm – 1)β
φ = (nu
– nm)β
Keterangan:
φ = sudut dispersi
nu = indeks bias
warna ungu
nm = indeks bias
warna merah
β = sudut puncak
atau sudut pembias prima
3.Interferensi Cahaya
Interferensi
Cahaya adalah perpaduan dua atau lebih sumber cahaya sehingga menghasilkan
keadaan yang lebih terang (interferensi maksimum) dan keadaan yang gelap
(interferensi minimum). Interferensi maksimum : pada layar didapatkan garis
terang apabila beda jalan cahaya antara celah merupakan bilangan genap dari
setengah panjang gelombang. Sedangkan interferensi minimum : Pada layar
didapatkan garis gelap apabila beda jalan antara kedua berkas cahaya merupakan
bilangan ganjil dari setengah panjang gelombang.
Syarat interfesi cahaya
adalah cahaya tersebut harus koheren. Koheren adalah dua sumber cahaya atau
lebih yang mempunyai frekwensi dan amplitudo sama (hampir sama) serta beda fase
yang tetap.
~Interferensi Pada
Lapisan Tipis
Pola
interferensi pada lapisan tipis dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu perbedaan
panjang lintasan optik dan perubahan fasse sinar pantul. Dengan dua fakto itu,
maka syarat-syarat interferensi sebagai berikut:
1)
Syarat terjadinya interferensi maksimum (terangg)
2nd cos r = (m – )λ
m = 1, 2, 3, . . . .
2)
Syarat terjadinya interferensi minimum (gelap)
2nd cos r =
m
λ
m = 0, 1, 2, . . . .
4.Difraksi Cahaya (Lenturan Cahaya)
Difraksi
Cahaya adalah peristiwa pembelokan arah sinar jika sinar tersebut
mendapat halangan. Penghalang yang dipergunakan biasanya berupa kisi, yaitu
celah sempit.
5.Polarisasi Cahaya (Pengkutuban)
Kita ketahui
bahwa cahaya merambat sebagai gelombang, namun cahaya termasuk dalam gelombang
transversal atau longitudinal belum diketahui. Namun dengan peristiwa adanya
polarisasi, maka dapat dipastikan bahwa cahaya termasuk dalam gelombang
transversal, karena gelombang longitudinal tidak pernah mengalami polarisasi.
Polarisasi cahaya adalah pengkutuban
dari pada arah getar dari gelombang transversal. (Dengan demikian tidak terjadi
polarisasi pada gelombang longitudinal).
Berkas cahaya yang berasal dari
sebuah sumber cahaya, mempunyai arah getar bermacam-macam, sinar semacam ini
disebut sinar wajar. Bila sinar wajar ini dikenakan pada permukaan pemantulan,
permukaan pemantulan mempunyai kecenderungan untuk memantulkan sinar-sinar yang
arah getarnya sejajar dengan cermin. Sampai pada suatu sudut datang tertentu,
hanya satu arah getar saja yang dipantulkan, yaitu arah getar yang sejajar
bidang cermin. Sudut ini disebut sudut polarisasi dan sinar yang mempunyai satu
arah getar saja disebut : sinar polarisasi atau cahaya terpolarisasi linier.
Cahaya terpolarisasi dapat terjadi karena :
a. Peristiwa pemantulan
b. Peristiwa
pembiasan
c. Peristiwa
pembiasan ganda
d. Peristiwa absorbsi
selektif
~Polarisasi Cahaya Karena Pemantulan
Polarisasi linier terjadi bila
cahaya yang datang pada cermin dengan sudut 570.
~Polarisasi Cahaya Karena Pemantulan dan Pembiasan
Polarisasi linier terjadi bila sinar
pantul oleh benda bening dengan sinar bias membentuk sudut 900.
~ Polarisasi Cahaya Karena
Pembiasan Ganda
Pembiasan berganda ini terjadi pada
kristal :
- Calcite
- Kwarsa
- Mika
- Kristal gula
- Kristal es
~Polarisasi Cahaya Karena Absorbsi Selektif
Suatu cahaya tak terpolarisasi
datang pada lembar polaroid pertama disebut polarisator, dengan sumbu
polarisasi ditunjukkan oleh garis-garis pada polarisator. kemudian dilewatkan
pada polaroid kedua yang disebut analisator. maka intensitas sinar yang
diteruskan oleh analisator I, dapat dinyatakan dengan I0 adalah
intensitas gelombang dari polarisator yang datang pada analisator. Sudut q adalah
sudut antara arah sumbu polarisasi dan polarisator dan analisator.
Persamaan di
atas dikenal dengan Hukum Malus, diketemukan oleh Etienne Louis
Malus pada tahun 1809.
Dari persamaan hukum Malus ini dapat
disimpulkan :
1.
Intensitas cahaya yang diteruskan maksimum jika kedua sumbu polarisasi sejajar
(q = 00
atau q = 1800).
2.
Intensitas cahaya yang diteruskan = 0 (nol) (diserap seluruhnya oleh
analisator) jika kedua sumbu polarisasi tegak lurus satu sama lain.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Optika merupakan cabang ilmu fisika
yang mempelajari tentang konsep cahaya, terutama mengkaji sifat-sifat cahaya,
hakikat, dan pemanfaatannya. Optika terbagi atas dua bagian yaitu optika
geometris merupakan optika yang membahas tentang pemantulan dan pembiasan
cahaya, dan optika fisis merupakan cabang studi cahaya yang membahas tentang
sifat-sifat cahaya, interferensi cahaya, hakikat cahaya dan pemanfaatan
sifat-sifat cahaya.
Optika geometris meliputi pemantulan
cahaya (pementulan pada cermin datar, pemantulan pada cermin cekung dan
pemantulan pada cermin cembung), dan pembiasan. Sedangkan optika fisis meliputi
warna cahaya, dispirasi cahaya,interferensi cahaya, difraksi cahaya, polaritas
cahaya, dan pengukuran cahaya.
DAFTAR PUSTAKA
http://adiwarsito.files.wordpress.com/2009/10/optika-fisis.doc (diakses
pada tanggal 26-03-2013 jam 09.30).
http://fiddalanovaputri.blogspot.com/2010/12/dispersi-cahaya-mengapa-terjadi.html
(diakses pada tanggal 02-04-2013 jam 09.30).
http://kanguzen.blogspot.com/2010/05/optik-geometrik.html (diakses pada tanggal 25-03-2013 jam 06.30).
Supiyanto.
2006. Fisika Jilid 3 untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Phibeta.
Komentar
Posting Komentar